• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • AI
  • Gadget
  • Game
  • Internet
  • Komputer
  • Tutorial
  • Sains
  • Sibersekuriti
  • Software
  • Ulasan

phillyist.com

Berita Teknologi Indonesia dan Dunia

Beranda » Kapan Indonesia Siap Adopsi Satelit Internet Orbit Rendah (LEO)?

Kapan Indonesia Siap Adopsi Satelit Internet Orbit Rendah (LEO)?

Juli 16, 2025 by Ucup Tinggalkan Komentar

Jakarta, 16 Juli 2025 — Indonesia terus berupaya memperluas akses internet ke seluruh pelosok negeri. Namun, tantangan geografis seperti pulau-pulau terpencil dan wilayah perbukitan membuat pembangunan infrastruktur darat seperti kabel serat optik jadi tidak selalu efisien. Masyarakat dan pelaku industri mulai melirik teknologi Satelit Internet LEO (Low Earth Orbit) sebagai solusi alternatif yang praktis dan cepat.

Berbeda dengan satelit konvensional, Satelit Internet LEO mengorbit lebih dekat ke permukaan bumi sehingga mampu menghadirkan koneksi internet yang lebih stabil dan berlatensi rendah. Beberapa negara maju sudah mulai mengadopsi teknologi ini, tapi mampukah Indonesia segera menyusul?

Dalam artikel ini, kita mengulas kondisi terkini, peluang, dan tantangan yang Indonesia hadapi saat mengintegrasikan teknologi LEO ke sistem telekomunikasi nasional.

Apa Itu Satelit Internet LEO?

Sebelum membahas kesiapan Indonesia, penting untuk memahami apa itu Satelit Internet LEO. Teknologi ini menggunakan satelit yang mengorbit rendah—sekitar 500 hingga 2.000 kilometer di atas permukaan bumi. Satelit LEO mengirim dan menerima data dengan latensi lebih rendah karena orbitnya lebih dekat daripada satelit geostasioner.

Perusahaan seperti Starlink dan OneWeb membuktikan secara nyata bahwa jaringan LEO mampu menyediakan akses internet cepat di daerah-daerah terpencil.

Mengapa Indonesia Membutuhkan Satelit LEO?

Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau, dan tidak semuanya memiliki infrastruktur internet yang layak. Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku industri harus mencari solusi yang tidak bergantung sepenuhnya pada kabel bawah laut atau menara BTS.

Dengan kemampuan jangkauannya yang luas, Satelit Internet LEO berpotensi besar mendukung konektivitas di daerah terpencil, termasuk wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Inilah alasan mengapa adopsi LEO sangat relevan untuk Indonesia.

Bagaimana Perkembangan Satelit LEO di Dunia?

Di dunia, negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris sudah mulai mengoperasikan ratusan bahkan ribuan satelit LEO. Perusahaan swasta mendorong inovasi ini dengan sangat cepat, sehingga teknologi tersebut semakin matang dan terjangkau.

Sebagai contoh, SpaceX melalui layanan Starlink telah menjangkau konsumen rumahan di berbagai wilayah terpencil di Amerika dan Eropa. Melalui pendekatan komersial dan regulasi yang mendukung, mereka mampu mempercepat distribusi layanan secara global.

Sejauh Mana Kesiapan Indonesia?

Saat ini, Indonesia sudah membuka pintu bagi layanan Satelit Internet LEO, terutama melalui uji coba dan izin frekuensi untuk operator asing. Beberapa instansi, termasuk Kominfo, mulai menyusun regulasi terkait pengoperasian satelit orbit rendah.

Namun, adopsi penuh masih terkendala oleh persoalan koordinasi, regulasi jangka panjang, serta kesiapan ekosistem penerima di daerah-daerah yang menjadi target koneksi. Tanpa sinergi antara pemerintah dan sektor swasta, adopsi LEO bisa berjalan lambat.

Apa Tantangannya ke Depan?

Meski potensinya besar, adopsi LEO tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah mahalnya biaya perangkat penerima (seperti terminal satelit) bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, aspek keamanan siber dan pengaturan lalu lintas satelit di angkasa juga menjadi perhatian penting.

Untuk mengatasi hal ini, Indonesia perlu menyiapkan peta jalan teknologi jangka panjang yang melibatkan regulasi, subsidi perangkat, hingga kemitraan dengan penyedia global.

Kapan Adopsi Penuh Bisa Terwujud?

Pemerintah yang mempercepat regulasi dan pelaku industri yang memperkuat kerja sama dapat mendorong Indonesia untuk mengadopsi Satelit Internet LEO secara lebih luas dalam 2–3 tahun ke depan. Beberapa wilayah mungkin sudah bisa merasakan manfaatnya sebelum 2026, terutama jika inisiatif pemerintah seperti Bakti Kominfo terus berjalan.

Namun demikian, kita tidak bisa mengejar adopsi ini hanya dari sisi teknologi. Pendidikan digital, kesiapan masyarakat, dan infrastruktur pendukung juga harus berjalan seiring.

Kesimpulan

Indonesia terus mendorong pemanfaatan Satelit Internet LEO demi meratakan akses internet di daerah-daerah terpencil yang belum terlayani jaringan darat. Teknologi ini memenuhi kebutuhan Indonesia sebagai negara kepulauan akan kecepatan, latensi rendah, dan fleksibilitas tinggi.

Namun, kesiapan Indonesia tidak hanya bergantung pada teknologi itu sendiri. Pemerintah dan pihak swasta harus bekerja sama, menerapkan regulasi yang tepat, dan terus mengedukasi masyarakat agar menjadi faktor penentu utama. Jika semua elemen tersebut bersinergi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, internet satelit LEO bisa menjadi tulang punggung konektivitas digital nasional.

Ditempatkan di bawah: Internet & Telekomunikasi

Reader Interactions

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sidebar Utama

Pos Terbaru

  • Langkah Mudah Bikin Smart Home dengan Budget Terbatas Juli 31, 2025
  • Roadmap Keterampilan Machine Learning untuk Karier Tahun 2025 Juli 31, 2025
  • Aplikasi Pencari Teman & Kencan 2025 yang Lagi Viral Juli 31, 2025
  • Serangan Siber ke Industri Kesehatan Meningkat, Ini Cara Pencegahannya Juli 31, 2025
  • Metaverse Bukan Gimmick Lagi! Begini Perkembangannya di 2025 Juli 31, 2025

Copyright © 2025