Jakarta, 14 Juli 2025 — Akses internet kini jadi bagian penting dalam kehidupan modern. Lewat koneksi digital orang bisa menyuarakan pendapat, mengakses informasi, hingga membangun komunitas. Tapi sayangnya, kebebasan digital dunia justru makin terancam, terutama di wilayah yang sedang bergolak seperti Gaza dan Myanmar.
Di tengah konflik politik dan sosial, pemerintah di kedua wilayah itu kerap menggunakan internet sebagai alat kontrol, bukan sebagai ruang kebebasan. Pemadam jaringan, sensor ketat, hingga pemblokiran media sosial bukan lagi hal baru. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah kebebasan digital dunia masih nyata, atau mulai jadi ilusi?
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana kondisi kebebasan internet di Gaza dan Myanmar, serta apa dampaknya bagi hak digital masyarakat global.
Gaza: Ketika Perang Merampas Akses Informasi
Sejak konflik berkepanjangan kembali memanas, pemerintah dan otoritas militer di Gaza sering memutus jaringan internet secara sepihak. Akibatnya, warga sipil kesulitan mengabarkan kondisi mereka kepada dunia luar.
Pihak berwenang sering kali memadamkan sinyal untuk membungkam aktivis dan jurnalis yang mencoba menyampaikan fakta lapangan. Kebebasan digital dunia di Gaza menjadi sorotan karena pembatasan ini tidak hanya menutup mulut rakyat, tapi juga menutup mata dunia terhadap kenyataan di lapangan.
Myanmar: Kudeta dan Sensor yang Semakin Ketat
Setelah kudeta militer pada 2021, Myanmar terus memperketat kontrol terhadap internet. Pemerintah militer menerapkan pemblokiran terhadap situs-situs berita independen, membatasi penggunaan media sosial, bahkan memberlakukan undang-undang baru yang memperluas kewenangan sensor.
Hingga saat ini, banyak warga Myanmar harus mengandalkan VPN untuk sekadar mengakses berita luar negeri. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat global kembali mempertanyakan kebebasan digital—apakah semua orang masih memiliki hak untuk terhubung, atau hanya mereka yang hidup dalam sistem terbuka yang bisa menikmatinya?
Internet: Alat Komunikasi atau Instrumen Kontrol?
Di berbagai negara, internet seharusnya menjadi medium untuk berbagi gagasan dan membangun transparansi. Namun pada kenyataannya, beberapa pemerintah menyulap internet menjadi alat kendali. Pihak berwenang terus mengawasi warga, menyingkirkan konten yang berpotensi mengganggu stabilitas, serta menutup jalur informasi dari luar negeri.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kebebasan digital dunia bukan hanya soal akses, tetapi juga soal kendali atas informasi. Dengan menentukan batasan akses, negara secara aktif membatasi hak digital masyarakat.
Apa Dampaknya bagi Dunia Global?
Keterbatasan kebebasan digital di satu wilayah bisa berdampak besar bagi komunitas global. Misalnya, ketika warga Gaza tidak bisa menyampaikan situasi darurat secara langsung, dunia kehilangan peluang untuk merespons lebih cepat. Begitu juga di Myanmar, keheningan digital membuat pelanggaran HAM semakin sulit diawasi.
Dengan kata lain, kebebasan digital dunia bukan hanya isu lokal, tapi persoalan kemanusiaan lintas batas. Dunia internasional perlu menaruh perhatian serius terhadap praktik pembungkaman yang terjadi secara sistematis lewat teknologi.
Saatnya Mengawal Hak Digital Bersama
Kini, tantangan terbesar bukan hanya menyediakan internet cepat, tapi juga memastikan akses tersebut tidak disalahgunakan untuk membungkam suara. Organisasi internasional, perusahaan teknologi, dan masyarakat sipil punya peran penting dalam memperjuangkan kebebasan digital dunia yang adil dan setara.
Dengan mengedukasi publik, menekan pelaku sensor digital, dan memperluas dukungan pada kelompok yang tertindas, kita masih punya harapan untuk menjaga ruang digital tetap bebas.
Kesimpulan: Menjaga Internet Tetap Bebas adalah Tanggung Jawab Bersama
Kebebasan digital dunia bukan lagi sekadar isu teknologi, tapi sudah menjadi bagian dari perjuangan hak asasi manusia. Ketika pemerintah mematikan internet di Gaza atau menyensor akses di Myanmar, mereka tak hanya memutus sinyal—mereka juga merampas suara, harapan, dan peluang orang-orang untuk bertahan hidup.
Oleh karena itu, menjaga kebebasan berinternet tidak bisa diserahkan hanya pada satu pihak. Pemerintah, organisasi internasional, media, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama memastikan bahwa internet tetap menjadi ruang terbuka—bukan alat untuk menindas. Dunia digital yang bebas adalah fondasi demokrasi di era modern, dan sudah saatnya kita semua ambil bagian dalam menjaganya.
Tinggalkan Balasan